Maksud Kedatangan

falihashidqiya
2 min readJun 16, 2024

--

Kalau pernah merasakan adanya “contentment” dan boleh sedikit kuceritakan, akan kuajak kau berkelana menyusuri pengalaman itu. Tapi kuhantarkanmu terlebih dahulu dengan mendengar senandung irama yang membawaku pada penghayatan jalan tersebut.

Lalu pergilah ke suatu tempat dimana kau bisa merasakan kehadiranmu dan mendengar suara jiwamu yang murni tanpa kebohongan. Salah satu alasanku bertamu pada malam itu adalah untuk membersihkan diri yang teramat kotor. Oh, bukan. Aku hanya berharap mungkin ada secercah kebaikan yang bisa kudapat dengan caraku bertamu ini.

Tapi setelah berlama-lama menunggu, menengadahkan tanganmu, atau sambil menangis dalam sujudmu, namun tak kunjung juga kau merasakan kesalehan dalam perbuatanmu, kemurnian dalam akhlakmu, atau bersihnya jiwamu, tetaplah menunggu.

Lalu tanyakanlah sekali lagi maksud kedatanganmu itu; siapakah yang ingin kau muliakan?

Maulana Rumi melanjutkan, “Kenyataan bahwa Amir datang dan aku tidak menampakkan wajahku dengan segera hendaknya tidak perlu merisaukannya. Hal ini berhubungan dengan maksud kedatangannya, apakah untuk memuliakan diriku atau untuk dirinya sendiri. Jika tujuannya adalah untuk memuliakan diriku, maka semakin lama dia duduk untuk menungguku, semakin besar dia mendapatkannya. Tapi sebaliknya, jika tujuannya untuk memuliakan dirinya sendiri dan mengharapkan pahala, maka ketika ia menunggu dan menanggung kebosanan dari menunggu, pahalanya akan semakin besar. Adapun jika tujuannya adalah untuk keduanya, maka akan berlipat ganda maksud kedatangannya dan makin terus bertambah. Dari situ, maka dia patut untuk senang dan bahagia.

“Kalau mau jujur-jujuran emang pernah ada 2 niatan yang bisa berbarengan bisa juga masing-masing — dalam salat malam misalnya: kita ingin mulia, atau kita memang secara murni ingin memuliakan Allah; keduanya isoke wae sebenernya.”

Wa man jahada fa innamaa yujaahidu linafsih.

Di antara waktu-waktu itu, nanti kau akan sadar sendiri, sebenarnya bukan kau yang menunggu, melainkan Dia yang kau tamui. Dia membuat ruang-ruang hingga dinding-dinding yang melingkupimu memberimu kesyahduan. Taman-taman perjamuanNya telah terhampar luas. Makanlah apa yang ada di hadapanmu, karena itu adalah jamuan-Nya.

“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau yang ingin bersyukur.”

Maka, kerap kali ini beresonansi dengan pengalaman peng-amalan di ruang-ruang malam itu:

Bagaimana ku tidak mencintai-Mu
Jika Kau bangunkan ruang untukku
Malu-malu menghiba pada-Mu
Ragu-ragu Engkau tahu itu
Namun slalu Engkau tunggu aku
Meski dengan tangis kepalsuanku

Bagaimana bisa merindu-Mu
Jika Kau tak buat begitu

[Tulisan Hikmah Ramadan 1445 H]

--

--

falihashidqiya

Suka untuk mengikat temuan-temuan baru, senang juga bila teman-teman ikut tau.